,
melainkan fenomena sebelas bulan lainnya. Di Indonesia ini bulan
Ramadhan tak ubahnya ibarat mesin cuci. Dan hal seperti itu yang terus
digaungkan oleh media-media, termasuk stasiun televisi. Kalimat klise
yang biasa dijadikan jargon adalah,
“Semoga puasa di bulan Ramadhan tahun ini bisa kita lewati…bla bla bla…, sehingga kita bisa meraih kemenangan serta menjadi orang-orang yang kembali fitrah, suci seperti selembar kertas.”
11 bulan bermaksiat dan kemudian digilas dalam satu bulan?
Oke, mungkin kita sama-sama termakan janji Allah bahwa Dia Maha Pengampun dan tidak ada hal yang mustahil bagiNya. Namun segitu rendahkah anggapan manusia kepada Allah sebagai tukang bilas dosa? Kemudian kita lupakan lagi selama 11 bulan ke depan.
Contoh kemaksiatan itu jelas terpampang sehari-hari di hadapan kita tatkala televisi memajang perempuan-perempuan muda yang mau dibayar untuk berlenggak-lenggok memamerkan paha serta dada. Lihat saja pakaian mereka yang bolong-bolong di tiap sisi. Ditambah lagi pemakainya ternyata rata-rata masih gadis belia yang menampilkan kesan fresh, imut, lucu, dan sebagainya seolah mereka-lah representasi perempuan muda modern masa kini.
Padahal apa? Mereka hanya boneka-boneka saja yang sesungguhnya tengah membodohi penonton dan diri mereka sendiri. Dikatakan atau tidak dikatakan, diakui atau tidak akui, memang sasaran stasiun-stasiun televisi yang menayangkan hal-hal seperti itu ditujukan kepada generasi muda yang masih labil serta kurang teguh memegang prinsip agama.
Apakah yang begini ini yang akan dicuci bersih di bulan Ramadhan?
Sajian media-media kita, terutama kebanyakan tabloid, tayangan televisi dan film-film di bioskop, bukan mendakwahkan kebenaran. Pamer aurat dianggap mode, sedang seks bebas jadi gaya hidup. Film-film yang dipertontonkan sangat mendukung gaya hidup seperti tersebut. Orang hidup serumah tanpa ikatan nikah dianggap normal. Pasangan lesbi dan gay, manakala keluarga, lingkungan dan teman-temannya tahu keadaan mereka sebenarnya, bukannya diselamatkan, malah disupport. Dianggap normal saja, no problem!
Film-film remaja tak kalah dahsyatnya. Semuanya mengarahkan remaja kita untuk hidup bebas, mewah, tanpa arah. Itu karena anggapan, nilai-nilai yang baik tak laku, tak menghasilkan duit. Media sudah terjebak pada jalan pintas. Sejumlah stasiun televisi mempertontonkan tayangan vulgar, mengumbar aurat dan ngomong jorok, itu namanya bukan menghibur, tapi merusak alias tidak mendidik. Tatkala film nasional yang katanya sedang bangkit, kemudian menjual cerita, tema, dan adegan-adegan murahan (ngeseks, hidup bebas/hedonis, perselingkuhan), malahan makin melengkapi “sakit”nya sebagian besar masyarakat kita. Itu belum lagi jenis film yang sengaja diproduksi untuk membentuk opini agar orang ragu terhadap Islam. Ingin membuat imej buruk tentang Islam.
Bagaimana masa depan negeri ini 5, 10, 20 tahun mendatang?
Inilah akibatnya apabila media-media di tanah air dikuasai oleh kalangan sekuler, akhirnya ajaran agama digunakan untuk semata jualan. Contohnya, ustaz-ustaz yang berseliweran di televisi juga bukan orang-orang yang memang mengerti benar tentang al-Qur’an dan sunnah, yang mengetahui bagaimana manhaj Salaf al-shalih, dan paham kitab-kitab mu’tabar para ulama klasik. Sebaliknya, yang dipakai memang ustaz-ustaz kompromis yang isinya nihil besar, tidak bernilai dakwah. Mengapa tidak bernilai dakwah?
Karena tidak menyampaikan sesuai al-Qur’an, Sunnah, dan Manhaj atau cara beribadah orang-orang terdahulu yakni generasi emas Islam, generasi Salaf al-Shalih.
Implikasinya adalah lihat ruang publik di negara ini, diisi oleh pemuda-pemudi yang berani mengumbar aurat, mempertontonkan kemaksiatan, dan berperilaku jauh daripada akhlak. Kemerosotan-kemerosotan ini disebabkan, makin merajalelanya tayangan-tayangan televisi yang sangat tidak mendidik serta tidak membawa nilai-nilai dakwah yang mengedepankan penanaman akhlak yang jelas serta sesuai ajaran agama.
Oleh karena itu, sudah saatnya pula bagi para orang tua untuk belajar mematikan televisi dan mengatur tayangan yang sesuai bagi anak, khususnya bagi para remaja di mana pada usia remaja justru merupakan usia yang paling rentan. Kembalikan sistem pendidikan dan pengajaran anak kepada agama terus menerus dan tidak berhenti agar generasi umat Islam Indonesia terbentengi dari hal-hal yang dapat menghancurkan akidah, akhlak, dan pengamalan syariat secara keseluruhan, baik di ruang privat maupun di ruang publik
.
by; Yusuf Mansur Network
“Semoga puasa di bulan Ramadhan tahun ini bisa kita lewati…bla bla bla…, sehingga kita bisa meraih kemenangan serta menjadi orang-orang yang kembali fitrah, suci seperti selembar kertas.”
11 bulan bermaksiat dan kemudian digilas dalam satu bulan?
Oke, mungkin kita sama-sama termakan janji Allah bahwa Dia Maha Pengampun dan tidak ada hal yang mustahil bagiNya. Namun segitu rendahkah anggapan manusia kepada Allah sebagai tukang bilas dosa? Kemudian kita lupakan lagi selama 11 bulan ke depan.
Contoh kemaksiatan itu jelas terpampang sehari-hari di hadapan kita tatkala televisi memajang perempuan-perempuan muda yang mau dibayar untuk berlenggak-lenggok memamerkan paha serta dada. Lihat saja pakaian mereka yang bolong-bolong di tiap sisi. Ditambah lagi pemakainya ternyata rata-rata masih gadis belia yang menampilkan kesan fresh, imut, lucu, dan sebagainya seolah mereka-lah representasi perempuan muda modern masa kini.
Padahal apa? Mereka hanya boneka-boneka saja yang sesungguhnya tengah membodohi penonton dan diri mereka sendiri. Dikatakan atau tidak dikatakan, diakui atau tidak akui, memang sasaran stasiun-stasiun televisi yang menayangkan hal-hal seperti itu ditujukan kepada generasi muda yang masih labil serta kurang teguh memegang prinsip agama.
Apakah yang begini ini yang akan dicuci bersih di bulan Ramadhan?
Sajian media-media kita, terutama kebanyakan tabloid, tayangan televisi dan film-film di bioskop, bukan mendakwahkan kebenaran. Pamer aurat dianggap mode, sedang seks bebas jadi gaya hidup. Film-film yang dipertontonkan sangat mendukung gaya hidup seperti tersebut. Orang hidup serumah tanpa ikatan nikah dianggap normal. Pasangan lesbi dan gay, manakala keluarga, lingkungan dan teman-temannya tahu keadaan mereka sebenarnya, bukannya diselamatkan, malah disupport. Dianggap normal saja, no problem!
Film-film remaja tak kalah dahsyatnya. Semuanya mengarahkan remaja kita untuk hidup bebas, mewah, tanpa arah. Itu karena anggapan, nilai-nilai yang baik tak laku, tak menghasilkan duit. Media sudah terjebak pada jalan pintas. Sejumlah stasiun televisi mempertontonkan tayangan vulgar, mengumbar aurat dan ngomong jorok, itu namanya bukan menghibur, tapi merusak alias tidak mendidik. Tatkala film nasional yang katanya sedang bangkit, kemudian menjual cerita, tema, dan adegan-adegan murahan (ngeseks, hidup bebas/hedonis, perselingkuhan), malahan makin melengkapi “sakit”nya sebagian besar masyarakat kita. Itu belum lagi jenis film yang sengaja diproduksi untuk membentuk opini agar orang ragu terhadap Islam. Ingin membuat imej buruk tentang Islam.
Bagaimana masa depan negeri ini 5, 10, 20 tahun mendatang?
Inilah akibatnya apabila media-media di tanah air dikuasai oleh kalangan sekuler, akhirnya ajaran agama digunakan untuk semata jualan. Contohnya, ustaz-ustaz yang berseliweran di televisi juga bukan orang-orang yang memang mengerti benar tentang al-Qur’an dan sunnah, yang mengetahui bagaimana manhaj Salaf al-shalih, dan paham kitab-kitab mu’tabar para ulama klasik. Sebaliknya, yang dipakai memang ustaz-ustaz kompromis yang isinya nihil besar, tidak bernilai dakwah. Mengapa tidak bernilai dakwah?
Karena tidak menyampaikan sesuai al-Qur’an, Sunnah, dan Manhaj atau cara beribadah orang-orang terdahulu yakni generasi emas Islam, generasi Salaf al-Shalih.
Implikasinya adalah lihat ruang publik di negara ini, diisi oleh pemuda-pemudi yang berani mengumbar aurat, mempertontonkan kemaksiatan, dan berperilaku jauh daripada akhlak. Kemerosotan-kemerosotan ini disebabkan, makin merajalelanya tayangan-tayangan televisi yang sangat tidak mendidik serta tidak membawa nilai-nilai dakwah yang mengedepankan penanaman akhlak yang jelas serta sesuai ajaran agama.
Oleh karena itu, sudah saatnya pula bagi para orang tua untuk belajar mematikan televisi dan mengatur tayangan yang sesuai bagi anak, khususnya bagi para remaja di mana pada usia remaja justru merupakan usia yang paling rentan. Kembalikan sistem pendidikan dan pengajaran anak kepada agama terus menerus dan tidak berhenti agar generasi umat Islam Indonesia terbentengi dari hal-hal yang dapat menghancurkan akidah, akhlak, dan pengamalan syariat secara keseluruhan, baik di ruang privat maupun di ruang publik
.