Rabu, 27 Agustus 2008

Titik es dalam hati

Renungankanlah kawan!!!!

Di sebuah perusahaan rel kereta api ada seorang pegawai, namanya nick. Dia sangat rajin bekerja, dan sangat bertanggung jawab, tetapi dia mempunyai satu kekurangan, yaitu dia tidak mempunyai harapan apapun terhadap hidupnya, dia melihat dunia ini dengan pandangan tanpa harapan sama sekali.

Pada suatu hari semua karyawan bergegas untuk merayakan ulang tahun bos mereka, semuanya pulang lebih awal dengan cepat sekali. Yang tidak sengaja terjadi adalah Nick terkunci di sebuah mobil pengangkut es yang belum sempat dibetulkan. Nick berteriak, memukul pimtu dengan keras, semua orang di kantor telah pergi merayakan ulang tahun bosnya, maka tidak ada yang mendengarnya.

Tangannya sudah sangat merah kebengkak – bengkakan memukul pintu mobil itu, suaraanya sudah serak akibat berteriak terus, tetapi tetap tidak ada orang yang memperdulikannya, akhirnya dia duduk di dalam sambil menghelakan nafas yang panjang. Semakin dia berfikir semakin dia merasa takut, dalam hatinya dia berfikir: “dalam pengangkut es suhunya pasti dibawah 0 derajat, kalau dia tidak segera keluar dari situ, pasti akan mati kedunginan. Dia terpaksa dengan tangan yang gemetar, mengeluarkan secarik kertas dan sebuah pulpen dari sakunya, danmenulis surat wasiat.

Keesokan harinya, semua karyawan pun dating bekerja. Mereka membuka pintu mobil pengangkut es tersebut, dan sangat terkejut menemukan nick yang terbaring di dalam. Mereka segera mengantarkan nick untuk ditolong, tetapi dia sudah tidak bernyawa lagi.

Namun, yang mereka kagetkan adalah listrik untuk menghidupkan mesin itu tidak dihubungkan. Dalam mobil yang besar itu juga ada cukup oksigen untuknya. Yang paling mereka herankan adalah suhu dalam mobil itu hanya 28 derajat saja, tetapi nick malah mati “kedinginan”!!!

Nick bukanlah mati karenasuhu dalam mobil terlalu rendah, dia mati karena titik es di dalam hatinya.. Dia sudah menghakimi dirinya sebuah hukuman mati, bagaimana dapat hidup terus?

*****

Sekarang, mari kita transfer cerita di atas kepada kondisi Indonesia saat ini. Kita sering memvonis bangsa kita sebagai ‘bangsa tempe’, ‘bangsa kuli’, ‘bangsa para koruptor’ dan sebagainya. Tidakkah kita terlalu pesimis dengan diri kita sebagai bangsa Indonesia? Secara tidak sadar kita telah menghakimi diri kita lemah dan tidak berguna, sehingga kesadaran palsu (fake consciousness) tertanam dalam benak kita bahwa memang demikianlah kita.

Hari kebangkitan nasional memang sudah terlewati. Namun, esensi dari kebangkitan itu tidak akan pernah berakhir dan tak boleh terlewatkan. Maka, mulai sekaranglah berhenti memvonis negative diri dan bangsa kita. Mulailah berhenti memvonis lemah diri kita. Bangkitlah!! !!!!

Yakinkan bahwa kita adalah ‘bangsa besar’,’ bangsa beradab’. Mulailah untuk meyakinkan diri kita, Karena tujuan tidak dapat dicapai tanpa keyakinan. (www.kotasantri. Com)

Sabtu, 09 Agustus 2008

Hidup adalah anugerah

Pikiran manusia berubah saat status dalam hidupnya berubah.

Hanya sedikit orang yang ingat bagaimana keadaan hidup sebelumnya dan lebih sedikit lagi yang ingat terhadap siapa harus berterima kasih karena telah menyertai dan menopang bahkan di saat yang paling menyakitkan.

Hidup adalah anugerah

Hari ini sebelum engkau berpikir untuk mengucapkan kata-kata kasar -
Ingatlah akan seseorang yang tidak bisa berbicara.

Sebelum engkau mengeluh mengenai cita rasa makananmu -
Ingatlah akan seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.

Sebelum engkau mengeluh tentang suami atau isterimu -
Ingatlah akan seseorang yang menangis kepada Tuhan meminta pasangan hidup.

Hari ini sebelum engkau mengeluh tentang hidupmu -
Ingatlah akan seseorang yang begitu cepat pergi ke surga.

Sebelum engkau mengeluh tentang anak-anakmu -
Ingatlah akan seseorang yang begitu mengaharapkan kehadiran seorang anak, tetapi tidak mendapatnya.

Sebelum engkau bertengkar karena rumahmu yang kotor, dan tidak ada yang membersihkan atau menyapu lantai -
Ingatlah akan orang gelandangan yang tinggal di jalanan.

Sebelum merengek karena harus menyopir terlalu jauh -
Ingatlah akan sesorang yang harus berjalan kaki untuk menempuh jarak yang sama.

Dan ketika engkau lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu -
Ingatlah akan para penganguran, orang cacat dan mereka yang menginginkan pekerjaanmu.

Sebelum engkau menuding atau menyalahkan orang lain -
Ingatlah bahwa tidak ada seorang pun yang tidak berdosa dan kita harus menghadap pengadilan Tuhan.

Dan ketika beban hidup tampaknya akan menjatuhkanmu -
Pasanglah senyuman di wajahmu dan berterima kasihlah pada Tuhan karena engkau masih hidup dan ada di dunia ini.

Hidup adalah anugerah, jalanilah, nikmatilah, rayakan, isilah itu.

Dan yang terpenting, syukurilah, apa pun itu.

NIKMATILAH SETIAP SAAT DALAM HIDUPMU, KARENA MUNGKIN ITU TIDAK AKAN TERULANG LAGI!

Beruntungnya Jadi Umat Akhir Zaman

Republika Online - Kita pun harus seperi rubah; mampu memanfaatkan posisi dengan baik, jeli melihat kesempatan, dan mau belajar dari kesalahan orang lain, hingga tidak terjerumus ke lubang yang sama.

Alkisah singa, serigala, dan rubah berburu bersama-sama. Mereka berhasil menangkap sapi gunung, kambing, dan kelinci gemuk. Meskipun singa merasa malu terlihat bersama srigala dan rubah, ia memaksakan diri untuk bergabung bersama mereka.

Sementara itu, serigala dan rubah menunggu singa membagikan hasil buruannya dengan adil. Namun, singa meminta serigala melakukan tugas membagikan hasil buruan. Serigala yang sudah merasa lapar, berkata, "Wahai raja hewan, sapi liar itu bagianmu. Aku akan memakan kambing dan rubah makan kelinci".

Singa marah sekali mendengarnya. Ia berkata pada serigala, "Lancang sekali kamu berkata demikian! Di depanku beraninya kamu berbicara tentang aku dan kamu!". Dengan satu pukulan saja, singa membunuh serigala.

Singa lalu berpaling pada rubah dan berkata, "Bagilah hasil buruan ini, lalu kita sarapan".

Rubah yang pandai segera berkata, "Raja terbaik, sapi adalah untuk sarapanmu, kambing untuk makan siangmu, dan kelinci untuk makan malammu".

Singa sangat senang mendengar jawaban dari rubah. Ia berkata, "Rubah, kamu memang bijaksana. Pembagian buruan yang baik sekali. Kamu belajar dari mana?".

Rubah berkata, "Dari apa yang menimpa serigala". Ia pun berkata dalam hatinya, "Syukurlah sang singa bertanya kepadaku setelah kepada serigala. Kalau ia bertanya kepadaku lebih dahulu, aku pasti mengalami nasib yang sama dengan serigala".

Allah SWT menakdirkan kita menjadi umat akhir zaman. Kita lahir, dibesarkan, dan insya Allah akan meninggal setelah Rasulullah SAW dan para sahabat. Sebenarnya ada "kerugian" dan juga "keuntungan" menjadi umat akhir zaman ini. Ruginya, kita tidak termasuk orang yang bertemu langsung dengan Rasul dan para sahabat, tidak bisa berjuang bersama mereka, dan juga tidak dapat merasakan lezatnya zaman keemasan yang dahulu pernah mereka bangun.

Namun, di balik "kerugian" tersebut ada banyak keuntungan yang dapat kita peroleh. Salah satunya kita bisa mencontoh amal-amal baik yang dilakukan umat terdahulu untuk kita amalkan sekarang. Tentu, kita pun bisa belajar dari kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan, sehingga kita tidak mengulangi kesalahan serupa saat.

Bahkan, ada satu nilai plus yang tidak dimiliki para sahabat. Mereka beriman karena bertemu langsung dengan Rasulullah SAW. Setiap tindak tanduknya ada dibimbing langsung oleh beliau. Sangat wajar bila mereka beriman. Sedangkan kita, umat akhir zaman, tidak pernah bertemu langsung dengan beliau. Kita hanya membaca dari kisah dan shirah nabawiyyah. Maka, sungguh luar biasa bila manusia akhir zaman beriman pada beliau dalam segala dimensi kehidupannya.

Umar bin Khatthab pernah berkisah. Saya bersama Rasulullah SAW sedang duduk-duduk. Rasul SAW bertanya kepada para sahabat, "Katakan kepadaku, siapakah makhluk Allah yang paling besar imannya?" Para sahabat menjawab, "Para malaikat, wahai Rasul". Nabi SAW bersabda, "Tentu mereka demikian. Dan mereka berhak seperti itu. Tidak ada yang bisa menghalangi itu, karena Allah SWT telah memberikan mereka tempat".

Para sahabat menjawab lagi, "Para Nabi yang diberi kemuliaan oleh Allah SWT, wahai Rasul". Rasulullah SAW bersabda, "Tentu mereka demikian. Dan mereka berhak seperti itu. Tidak ada yang bisa menghalangi itu, karena Allah SWT telah memberikan mereka tempat".

"Wahai Rasul, para syuhada yang ikut bersyahid bersama para Nabi," jawab mereka kembali. Rasul bersabda, "Tentu mereka demikian. Dan mereka berhak seperti itu. Tidak ada yang bisa menghalangi itu, karena Allah SWT telah memberikan mereka tempat".

"Lalu siapa, wahai Rasul?," tanya para sahabat. Lalu Nabi SAW bersabda, "Kaum yang hidup sesudahku. Mereka beriman kepadaku, dan mereka tidak pernah melihatku, mereka membenarkanku, dan mereka tidak pernah bertemu dengan aku. Mereka menemukan kertas yang menggantung, lalu mereka mengamalkan apa yang ada pada kertas itu. Maka, mereka-mereka itulah yang orang-orang yang paling utama di antara orang-orang yang beriman". Subhanallah!

Dari sudut pandang ini sebenarnya Allah SWT sangat memanjakan kita. Betapa tidak, kita tidak perlu bersusah payah mencari-cari kebenaran yang hakiki. Alquran sebagai sumber kebenaran telah ada di hadapan kita. Cara mengamalkannya telah diberikan oleh Rasulullah SAW lewat hadis dan sunnah-sunnahnya. Kalau belum lengkap, kita bisa melihat prilaku para sahabat, ulama, dan orang-orang saleh lainnya. Ajakan untuk berbuat kebaikan pun "berseliweran" di sekitar kita. Apa yang kurang? Tinggal kemauan untuk menggali dan mengeksplorasi saja yang kita perlukan.

Allah SWT pun telah memberikan contoh bagaimana orang-orang yang ingkar. Gambaran kehancuran kaum-kaum yang menolak kebenaran ada di hadapan kita. Allah SWT berfirman, Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut itu, maka di antara umat itu ada orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan. " (QS An-Nahl [16]: 36).

Andaikan boleh berandai-andai. Tidak ada jaminan bagi kita untuk lebih baik bila kita hidup sezaman dengan Rasulullah SAW. Mungkin kita akan menjadi salah seorang penentang dakwah mereka. Sekarang kita bisa lapang dada menerima seruan untuk beriman kepada Allah karena kita lahir dan dibesarkan dalam lingkungan Islam. Namun, apa jadinya kalau kita hidup lima belas abad lalu; satu zaman dan satu tempat dengan Rasulullah SAW, lalu menerima seruan seperti itu? Mungkin kita akan bergabung dengan Abu Jahal, Abu Lahab, Abu Sufyan, atau kaum kafir Quraisy lainnya untuk menghalangi dakwah Rasulullah SAW.

Kita harus mampu memanfaatkan posisi dengan baik, jeli melihat kesempatan, dan mau belajar dari kesalahan orang lain, hingga tidak terjerumus ke dalam lubang yang sama. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa seorang Mukmin sejati itu tidak mungkin terjerumus ke dalam lubang yang sama dua kali berturut-turut? Wallahu a'lam bish-shawab (ems